Mengapa Indonesia Menghadapi Masalah SDM yang “Low Quality”? Sebuah Tinjauan Kritis

November 26, 2024
5 min read

Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno mengenai rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia, yang bahkan disebut “low quality”, membuka sebuah diskursus yang sangat penting mengenai kondisi sosial, ekonomi, dan pendidikan di negara ini. Dalam Rapat Koordinasi Nasional yang digelar pada 7 November 2024, Pratikno menyoroti tiga masalah utama terkait SDM: rendahnya kompetensi, masalah kesehatan, dan ketidakrelevanan pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja.

https://nasional.kompas.com/read/2024/11/07/17395681/menko-pmk-kita-hadapi-masalah-sdm-yang-cukup-berat-penduduk-indonesia

https://news.detik.com/berita/d-7627073/pratikno-masalah-sdm-indonesia-cukup-berat-mayoritas-masih-low-quality

Namun, pertanyaan mendasar yang muncul adalah: Mengapa hal ini bisa terjadi? Kenapa Indonesia, meski memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, belum mampu mengoptimalkan potensi manusia yang ada? Mengapa kualitas SDM Indonesia masih berada di bawah standar yang diperlukan untuk mendorong negara ini menjadi negara maju?

1. Ketimpangan Akses Pendidikan Berkualitas

Rendahnya kualitas SDM Indonesia tidak bisa lepas dari masalah ketimpangan pendidikan yang ada. Meskipun Indonesia memiliki lebih dari 270 juta penduduk, sistem pendidikan di negara ini masih menghadapi banyak tantangan, terutama dalam hal pemerataan akses dan kualitas. Pendidikan yang diakses oleh masyarakat di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya sangat berbeda dengan yang diterima oleh mereka yang tinggal di daerah terpencil atau pelosok Indonesia. Sumber daya manusia di daerah-daerah ini cenderung terbatas pada pendidikan dasar, dan bahkan di beberapa daerah, akses ke pendidikan menengah dan tinggi masih sangat terbatas.

Kualitas pengajaran yang ada di banyak sekolah negeri juga perlu ditingkatkan. Sebagian besar kurikulum pendidikan di Indonesia masih terlalu berfokus pada hafalan dan sedikit memberi ruang untuk pengembangan keterampilan berpikir kritis dan inovasi. Akibatnya, meski Indonesia menghasilkan banyak lulusan sarjana setiap tahunnya, banyak dari mereka yang tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh pasar kerja global yang semakin kompetitif.

2. Krisis Kesehatan yang Menghambat Produktivitas

Salah satu faktor terbesar yang menyebabkan kualitas SDM Indonesia rendah adalah masalah kesehatan. Kondisi kesehatan yang buruk mempengaruhi daya tahan tubuh, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja. Pratikno dengan tepat mencatat bahwa meskipun seseorang memiliki kompetensi tinggi, tanpa kesehatan yang baik, mereka tetap tidak akan bisa produktif. Hal ini sangat relevan mengingat tingginya angka stunting di Indonesia, yang menyebabkan banyak anak-anak Indonesia mengalami keterlambatan perkembangan fisik dan kognitif.

Masalah kesehatan di Indonesia sering kali terkait dengan pola hidup yang kurang sehat, kurangnya akses ke layanan kesehatan yang berkualitas, serta kekurangan gizi yang mempengaruhi perkembangan fisik dan mental anak-anak. Banyak daerah yang kekurangan fasilitas kesehatan memadai dan tenaga medis yang cukup. Tanpa intervensi yang serius, kondisi ini hanya akan memperburuk ketimpangan dan memperburuk kualitas SDM di masa depan.

3. Sistem Ekonomi yang Bergantung pada Sumber Daya Alam

Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alam, dari minyak, gas, hingga batu bara. Namun, ketergantungan Indonesia pada sektor ekstraktif ini justru menjadi salah satu alasan mengapa negara ini terhambat dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Ketika perekonomian terlalu bergantung pada sumber daya alam, ada kecenderungan untuk mengabaikan pengembangan sektor lain seperti teknologi, inovasi, dan pendidikan berbasis pengetahuan.

Di banyak daerah penghasil sumber daya alam, seperti Kalimantan, Sumatra, dan Papua, masyarakat cenderung tidak perlu berinvestasi dalam pendidikan yang tinggi karena mereka bisa memperoleh penghidupan yang layak dari sektor ekstraktif, yang sering kali hanya melibatkan keterampilan praktis dan tidak memerlukan keterampilan intelektual yang mendalam. Akibatnya, banyak orang tidak termotivasi untuk meningkatkan kompetensi mereka, dan negara pun kehilangan potensi untuk berinovasi dan bersaing di tingkat global.

4. Budaya dan Sistem yang Tidak Mendukung Inovasi

Selain faktor-faktor struktural dan ekonomi, ada juga aspek budaya yang mempengaruhi kualitas SDM Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia tampaknya terjebak dalam pola pikir yang mengutamakan keamanan pekerjaan dan pendapatan jangka pendek, bukan pengembangan diri jangka panjang. Di banyak tempat, kesadaran akan pentingnya inovasi dan kreativitas dalam menghadapi tantangan zaman masih sangat rendah.

Salah satu contohnya adalah dominasi pekerjaan di sektor informal dan sektor tradisional yang tidak mendorong kreativitas atau peningkatan keterampilan. Pendidikan yang lebih fokus pada hafalan dan penguasaan teori, serta tidak terhubung dengan pengembangan keterampilan praktis dan inovatif, menciptakan ketidakseimbangan antara pasar kerja yang membutuhkan tenaga terampil dan lulusan yang dihasilkan oleh sistem pendidikan.

5. Peran Pemerintah yang Kurang Optimal

Walaupun pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas SDM melalui berbagai program seperti pemeriksaan kesehatan gratis, pembangunan infrastruktur kesehatan, dan penanggulangan stunting, kebijakan-kebijakan tersebut sering kali tidak sampai pada masyarakat yang membutuhkan atau kurang didukung dengan implementasi yang efektif di lapangan. Selain itu, banyak kebijakan yang kurang terintegrasi antar sektor, misalnya antara pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

Pemerintah daerah, dalam hal ini, juga memiliki peran besar dalam memastikan agar program-program ini tidak hanya berhenti pada tingkat pusat tetapi dapat menyentuh langsung ke akar rumput. Tanpa sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, serta tanpa komitmen yang kuat untuk membenahi kualitas SDM secara menyeluruh, cita-cita untuk memiliki SDM yang berkualitas di Indonesia hanya akan tetap menjadi impian.

Kesimpulan

Masalah kualitas SDM di Indonesia yang disebut oleh Pratikno sebagai “low quality” bukanlah hal yang terjadi secara tiba-tiba. Ini adalah hasil dari berbagai faktor struktural, sosial, dan budaya yang telah berlangsung cukup lama. Ketimpangan pendidikan, masalah kesehatan, ketergantungan pada sektor ekstraktif, serta pola pikir yang belum cukup mendukung inovasi dan pengembangan diri, menjadi hambatan besar dalam menciptakan SDM yang kompetitif dan berkualitas.

Namun, masalah ini bukanlah takdir yang tidak bisa diubah. Untuk bisa mewujudkan negara maju, Indonesia harus melaksanakan reformasi besar dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Pemerintah perlu mengambil langkah tegas untuk meningkatkan kualitas pendidikan, memberikan akses layanan kesehatan yang lebih baik, dan menciptakan peluang ekonomi yang berorientasi pada inovasi dan pengembangan keterampilan berbasis pengetahuan. Hanya dengan cara ini Indonesia bisa berharap untuk keluar dari jebakan “low quality SDM” dan meraih status negara maju yang sesungguhnya.